Jumat, Agustus 17, 2007

Allah,Sang Cinta

Ketika harus berbicara tentang Allah, kita semua pasti akan merasa gagap dan berkata:"siapakah kita, sehingga berani-beraninya mampu berbicara tentang Allah?" bagi sebagian orang, Allah adalah sesuatu yang takterpikirkan, taktercerap oleh keterbatasan akal budi manusia. Karena itu, Allah dirasa begitu jauh dan taktersentuh, sehingga Allah menjadi figur yang ada tetapi ditiadakan dari perjalanan hidup umat manusia. Lantas manusia merasa bisa berjalan sendiri dan mampu menentukan nasibnya sendiri. Hal ini semakin menjadi ekstrim tatkala perkembangan ilmu pengetahun dan tekhnologi dengan inovasinya yang tanpa henti seolah-olah menegaskan bahwa Allah tiada lain adalah akal budi manusia yang mampu membidani IPTEK. Bahkan IPTEK yang adalah anak kandung rasio manusia disembah sebagai Allah, Penyelamat, yang mampu memecahkan dan menjawab semua persoalan hidup manusia dan alam semesta. Akan tetapi, di balik semuanya itu manusia sesungguhnya masih merasa gamang dengan arah hidupnya dan tujuan seluruh alam semesta yang menjadi alasan keberaadaannya. Kepastian dan kenyamanan hidup yang ditawarkan oleh IPTEK dan keturunannya ternyata masih menyisakan ruang kosong di dalam hati manusia yang selalu membuatnya gelisah untuk mencari yang takterbatas untuk memuaskan keinginan dan hasrat hatinya yang takterbatas. Selain itu, ternyata kecanggihan IPTEK tidak mampu memecahkan semua mistery yang terjadi di alam semesta ini. Umat manusia masih harus mengakui bahwa masih ada ruang mistery di alam semesta ini yang taktersentuh oleh rasionya. Di hadapan ruang-ruang mistery ini, rasio harus memberi tempat pada hati, yang merupakan ruang iman. Rasio harus takhluk di hadapan mistery ilahi yang memungkinkan iman akan Allah yang disebut dengan berbagai nama dalam agama-agama bertumpuh dan menghasilkan buah yakni KASIH. KASIH yang kian luntur di tengah-tengah iklim individualisme ekstrim yang menggerogoti gaya hidup umat manusia harus bersemi kembali. KASIH yang adalah ungkapan nyata dan kelihatan dari iman akan yang terbatas harus merasuki kembali hati dan sanubari umat manusia agar Sang Cinta pun bisa tampak dalam dunia yang sedang chaos ini untuk memperbaharui wajah muka bumi yang penuh amarah, dendam dan benci (yang merupakan representasi kultur kematian), sehingga menjadi bumi yang ramah, aman, damai sebagai pengejawantahan kultur kehidupan. Akhirnya,Tumbuhkankanlah kultur kehidupan di lingkup kehidupan kita masing-masing, musnahkan kultur kematian agar Allah yang kita sebut dengan berbagai nama sungguh tampak sebagai Allah yang berserta kita....